Beranda Berita Nasional Transfer Pengetahuan dan Teknologi Smelter Harita Nickel Membuahkan Hasil Positif

Transfer Pengetahuan dan Teknologi Smelter Harita Nickel Membuahkan Hasil Positif

317
0
Karyawan lokal mulai menyerap teknologi dari karyawan asing (Foto: Harita Nickel)

NIKEL.CO.ID, JAKARTA — Alih pengetahuan dan transfer teknologi dari China yang dilakukan Harita Nickel melalui unit bisnisnya, PT Halmahera Jaya Feronikel (HJF), dalam pengoperasian smelter di site Pulau Obi telah membuahkan hasil yang positif.

Hal itu dibuktikan dengan kemandirian tenaga kerja Indonesia (TKI) atau karyawan lokal yang telah mampu mengoperasikan tungku smelter tanpa harus mengandalkan teknisi dari China. Superintenden Produksi PT HJF, Li Shi Zhong, mengungkapkan, proses transfer pengetahuan dilakukan langsung di lapangan, mulai dari lini kerja paling teknis.

“Misalnya di lantai lima, bagian pasta elektrode, karyawan lokal harus memahami konsep penting, seperti sistem suspensi serta cara mengatur elektrode tinggi, agar proses peleburan tetap stabil,” ujar Li sebagaimana dikutip dari laman Harita Nickel, Selasa (25/11/2025).

Menurutnya, penguasaan teknis, karyawan lokal dilatih untuk melakukan pengukuran harian, menjaga kebersihan area kerja, hingga menyusun laporan operasional. Di bagian pengolahan materi pun, pelatihan dilakukan secara intensif.

https://www.tickettailor.com/events/invr/1589356

Karyawan lokal diajarkan untuk mengenali kondisi permukaan material, mengendalikan tekanan negatif, menentukan jumlah material yang harus dikeluarkan setiap jam, serta mengatur aliran vertikal di tungku. Semua itu dijalankan agar tenaga kerja lokal benar-benar menguasai setiap aspek teknis operasional smelter.

“Pekerjaan seperti penyadapan besi dan pengeluaran slag atau terak nikel yang dulu hanya bisa dilakukan pekerja Tiongkok, sekarang sepenuhnya juga sudah dijalankan oleh karyawan lokal,” paparnya.

Dia menjelaskan bahwa kerja sama antar-operator di lapangan juga semakin solid dan positif.

“Bahkan, untuk operator crane dan operator inspeksi kalsin, mereka sudah bisa berkoordinasi dan bekerja tanpa pendampingan dari pekerja asing langsung,” jelasnya.

https://events.minviro.com/decarbonisation-workshop-apac-2025?hs_preview=GJvcVbTU-272478457024

Ia juga membeberkan, kemajuan yang dicapai tidak lepas dari kemampuan adaptasi cepat karyawan lokal dalam berkomunikasi. Sebelumnya komunikasi dilakukan melalui penterjemah, kini karyawan lokal sudah mampu berkomunikasi dengan bahasa Mandarin, sehingga membuat alur kerja menjadi jauh lebih baik dan efisien.

“Di ruang kendali misalnya, satu karyawan Tiongkok kini bisa mengawasi dua tungku sekaligus, sementara seluruh operatornya dijalankan oleh karyawan lokal. Kami hanya memeriksa data dan laporan akhir,” bebernya.

Li juga memaparkan, adanya perubahan yang dapat terlihat dari jumlah tenaga kerja asing yang semakin berkurang seiring dengan berjalannya alih teknologi.

“Sebelumnya, jumlah karyawan Tiongkok di wilayah ini mencapai lebih dari 300 orang. Sekarang tinggal sekitar 70-an dan sebagian lagi akan beralih. Hampir tidak ada lagi yang memperluas karyawan China karena fokusnya kini adalah merekrut dan melatih tenaga kerja lokal,” paparnya.

Sementara itu, staf produksi asal Makassar, Hirawati, yang merupakan karyawan lokal, bercerita bahwa dirinya selalu menyimak penjelasan teknis dari tenaga ahli untuk memperdalam pemahaman tentang prosedur kerja.

https://event.cnfeol.com/en/event/339

Dia menegaskan bahwa hal ini menjadi bukti nyata dari hasil transfer pengetahuan Harita Nikel. Ia yang juga merupakan lulusan program management trainee, kini dipercaya bekerja di Central Control Room setelah hampir tiga tahun belajar lintas budaya.

“Walaupun saya hanya berbekal ilmu dan pengalaman yang minim, tapi lewat bimbingan rekan kerja di lapangan, saya kini lebih mandiri dan mampu berkomunikasi langsung dengan TKA,” tegas Ira panggilan akrabnya.

Menurutnya, kemampuan berbahasa Mandarin justru menjadi titik balik penting dalam pekerjaannya.

“Awalnya sama sekali tidak tahu, tapi karena setiap hari berinteraksi, akhirnya bisa belajar otodidak. Sekarang komunikasi lebih mudah dan pekerjaan jadi lebih lancar,” katanya. Transfer teknologi dan pengetahuan ini telah nyata menghasilkan karyawan Indonesia  yang semakin mandiri, sekaligus siap mengambil peran lebih besar dalam operasional smelter. (Shiddiq)