Beranda Asosiasi Pertambangan Harga Nikel Lesu, Pemerintah Diminta Perkuat Kebijakan Hilirisasi dan Investasi Hijau

Harga Nikel Lesu, Pemerintah Diminta Perkuat Kebijakan Hilirisasi dan Investasi Hijau

468
0
Ketua FINI, Arif Perdanakusumah

NIKEL.CO.ID, JAKARTA — Harga nikel dunia terus turun signifikan sejak dua tahun terakhir. Ketua Forum Industri Nikel Indonesia (FINI), Arif Perdanakusumah, mengungkapkan, berdasarkan indeks London Metal Exchange (LME) harga nikel telah anjlok sekitar 46% sejak 2022, sedangka menurut indeks Shanghai Metals Market (SMM) turun 35%.

“Penurunan ini cukup signifikan. Selama lima tahun terakhir, produksi nikel Indonesia meningkat hampir lima kali lipat, sehingga terjadi oversupply di pasar global,” ujar Arif, sebagaimana dikutip YouTubeCNBC Indonesia, Senin (4/11/2025).

Menurutnya, kelebihan pasokan (oversupply) bukan satu-satunya penyebab turunnya harga. Sejumlah faktor global turut berpengaruh, antara lain melemahnya permintaan dari industri stainless steel yang menyerap sekitar 70% kebutuhan nikel dunia, dominasi Tiongkok yang menguasai lebih dari 80% pasar, serta ketegangan geopolitik antara Tiongkok dan Amerika Serikat yang berdampak pada rantai pasok global.

Selain itu, situasi ekonomi global yang tertekan akibat konflik berkepanjangan—seperti perang di Ukraina dan Timur Tengah—turut menekan permintaan nikel dunia. Meski menghadapi tekanan harga, Arif menegaskan posisi Indonesia tetap strategis.

“Indonesia memiliki sekitar 42% cadangan nikel dunia dan menguasai 63% produksi global. Ekosistem industri yang telah terbentuk membuat kita sulit disaingi negara lain,” ujarnya.

Menanggapi gugatan Uni Eropa ke WTO atas kebijakan larangan ekspor bijih nikel Indonesia, dia menilai langkah tersebut wajar dan sejalan dengan praktik negara lain yang ingin meningkatkan nilai tambah komoditasnya.

“Bukan hanya Indonesia. Negara seperti Zimbabwe dan Tajikistan juga melarang ekspor bahan mentah untuk komoditas tertentu demi memperkuat hilirisasi,” jelasnya.

Dia optimistis prospek industri nikel nasional akan kembali pulih.

“Nikel merupakan material penting yang belum memiliki substitusi. Permintaan dari sektor otomotif, pertanian, alat medis, hingga teknologi digital akan terus tumbuh,” katanya.

FINI mendorong pemerintah memperkuat harmonisasi kebijakan pusat dan daerah serta memberikan dukungan terhadap investasi teknologi hijau dan sertifikasi keberlanjutan. Langkah ini dinilai penting untuk menjaga daya saing produk nikel Indonesia di pasar global.

“Kalau pemerintah konsisten mendorong investasi hijau dan menciptakan iklim usaha yang stabil, industri nikel Indonesia akan tetap menjadi pemain utama dunia,” pungkas Arif. (Shiddiq)