NIKEL.CO.ID, JAKARTA — Meski memiliki cadangan nikel berlimpah, Indonesia hanya menjadi penjual nikel. Penjualan nikel dengan sumber yang melimpah harus segera dihentikan lantaran negara ini mempunyai peluang sebagai penggerak utama industri kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) atau electric vehicle (EV) dan baterai listrik.
Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasasmita, mengatakan, kebijakan industri nasional difokuskan pada peningkatan orientasi ekspor, khususnya untuk sektor berbasis komoditas, seperti nikel, kobalt, dan bauksit. Selama daya serap pasar domestik belum memadai, ekspor menjadi langkah strategis guna memperkuat peran Indonesia dalam rantai pasok global.
“Industri KBLBB harus seluruhnya diarahkan pada ekspor selama pasarnya belum menyerap, dengan keunggulan kita sebagai produsen nikel terbesar di dunia, Indonesia berpeluang besar menjadi pemain kunci dalam ekosistem EV, termasuk industri baterai global,” katanya, di Jakarta, Senin (27/10/2025).
Ia menjelaskan, investasi yang tengah diprioritaskan pemerintah tidak lagi berfokus pada sektor padat karya berbiaya rendah atau yang mengandalkan eksploitasi sumber daya alam (SDA). Saat ini pemerintah tengah menargetkan investasi yang memberikan nilai tambah besar serta mampu mendorong penggantian produk impor dengan produksi dalam negeri.
“Bukan hanya investasi, tapi investasi dengan nilai tambah dan substitusi. Investasi yang kita dorong, investasi yang kita upayakan tidak boleh lagi sekadar investasi pada karya murah atau investasi berbasis ekstasi sumber daya alam,” jelasnya.
Selanjutnya, prioritas pembangunan industri ke depan juga meliputi pengembangan sektor mineral strategis, industri kimia dasar, farmasi, komponen elektronik, dan pangan strategis. Tidak hanya berfokus pada peningkatan kapasitas produksi, tetapi juga pada penciptaan efek berantai yang memperkuat perekonomian nasional.
Upaya ini diyakini akan mengangkat posisi Indonesia dari pengekspor bahan mentah menjadi pemain utama dalam industri bernilai tinggi, terutama di tengah transisi global menuju energi bersih dan kendaraan listrik.
“Investasi harus diarahkan pada subsektor industri bernilai tambah tinggi, serta mendukung substitusi impor bahan baku dan bahan penolong. Prioritas harus mencakup industrialisasi mineral strategis kimia dasar, farmasi, komponen elektronik, dan pangan strategis,” paparnya.
Pemerintah saat ini juga telah melakukan berbagai perjanjian perdagangan bilateral maupun regional guna memberikan peluang besar bagi Indonesia untuk masuk dalam rantai pasok global yang sulit ditembus. (Uyun)
 
            







 
		









