NIKEL.CO.ID, JAKARTA — Pemerintah Indonesia terus mempercepat hilirisasi industri mineral-mineral kritis guna memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok energi bersih secara global. Oleh sebab itu, Kementerian Perindustrian RI menegaskan komitmennya menjadikan Indonesia sebagai pusat manufaktur bernilai tambah, terutama dalam industri baterai kendaraan listrik (electric vehicle/EV) dan energi baru terbarukan (EBT).
Dalam gelaran Indonesia Critical Minerals (ICM) Conference & Expo 2025, Direktur Jenderal (Dirjen) Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian, Setia Diarta, menegaskan komitmen tersebut.
Dirjen Setia Diarta mengatakan, hilirisasi mineral kritis, seperti nikel, kobalt, tembaga, dan mangan, merupakan tulang punggung transisi energi nasional menuju target Net Zero Emission (NZE) 2060.
“Indonesia memiliki posisi strategis dalam rantai pasok mineral kritis global. Melalui hilirisasi industri, kita ingin memastikan bahwa sumber daya ini tidak hanya diekspor dalam bentuk mentah, tetapi menjadi produk bernilai tinggi, seperti baterai EV dan komponen pembangkit EBT,” tegasnya.
Menurut Setia, target ambisius pemerintah yang tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) Perindustrian No. 6 Tahun 2022 jo. Permen Perindustrian No. 28 Tahun 2023 mencakup proyeksi produksi mineral kritis nasional hingga 2025. Beberapa di antaranya termasuk Nikel sebesar 254.456 ton, kobalt: 12.200 ton, tembaga sekian ton, dan mangan sekian ton.
Hilirisasi ini selaras dengan program strategis nasional EV atau kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB), yang menargetkan produksi 1 juta mobil listrik dan 3,22 juta sepeda motor listrik pada 2035.
“KBLBB bukan hanya soal kendaraan, tapi bagian dari transformasi industri nasional. Dengan kekayaan sumber daya alam kita, Indonesia bisa menjadi pemain kunci dalam penyediaan energi bersih dunia,” tambahnya.
ICM 2025 menjadi wadah penting untuk mempertemukan pelaku industri, pembuat kebijakan, dan investor global guna memperkuat kolaborasi di sektor mineral kritis. Pemerintah juga menekankan pentingnya investasi pada teknologi pemurnian dan manufaktur lanjutan demi memastikan keberlanjutan serta daya saing industri dalam jangka panjang.
Konferensi ini menjadi sinyal kuat bahwa Indonesia tidak hanya ingin menjadi pemasok bahan mentah, tetapi juga pusat produksi global untuk produk-produk energi bersih masa depan. (Shiddiq/Rus)