

NIKEL.CO.ID, JAKARTA — Pemerintah Provinsi Sulawesi menyampaikan dukungannya terhadap penyelenggaraan Indonesia ESG Forum 2025, yang menyoroti pentingnya aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola (environmental, social, and governance/ESG) dalam pembangunan berkelanjutan.
Forum ini menjadi momentum strategis untuk memperkuat kolaborasi antara pemerintah daerah dan dunia usaha demi mencapai kemakmuran rakyat, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 UUD 1945.
Dalam tanggapannya, Kepala Badan Energi dan Sumber Daya Mineral pada Badan Perwakilan Gubernur Sulawesi Tenggara, Andi Aziz menegaskan bahwa ESG bukan sekadar kewajiban korporasi, tetapi merupakan upaya bersama yang harus melibatkan semua pemangku kepentingan, terutama pemerintah dan perusahaan.
“Masalah ESG, bagaimana perusahaan peduli terhadap lingkungan, sosial, dan tata kelola itu yang terpenting oleh pemerintah. Yang terpenting bagi saya adalah kolaborasi—bagaimana pemerintah dan perusahaan ini berpikir—karena ujung-ujungnya yang akan kita tuju atau tujuan kita adalah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sesuai UUD 1945 Pasal 33. Jadi itu saja menurut saya,” ujar Andi dalam sesi wawancara di sela forum, Hotel Sultan Jakarta, Senin (2/6/2025).
Lebih lanjut, pemerintah daerah menyoroti tantangan tata kelola dan optimalisasi potensi daerah, terutama di sektor pertambangan yang menjadi salah satu kekuatan ekonomi Sulawesi. Ia mengungkapkan bahwa hanya sedikit provinsi di Indonesia yang memiliki Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang lebih besar dibandingkan transfer dana dari pusat, sehingga penting untuk mengelola potensi lokal secara mandiri dan berkelanjutan.

“Itulah, jadi tidak banyak provinsi di Indonesia ini yang punya APBD-nya bisa lebih besar daripada transfer dana ke daerah. Jadi harapan kita terutama terkait dengan tata kelola itu, kita bisa mengejar itu—bagaimana potensi kita di daerah bisa dikelola dengan baik,” katanya.
Secara khusus, pemerintah menekankan pentingnya menciptakan multiplier effect dari sektor pertambangan, agar manfaat ekonomi tidak hanya dirasakan oleh pekerja tambang, tetapi juga masyarakat luas.
“Yang paling pokok untuk usaha pertambangan ini, yang paling kita dorong adalah multiplier effect. Artinya tidak semua masyarakat bekerja di tambang, ada pembukaan lapangan pekerjaan baru dalam rangka mendukung sektor tambang. Seperti orang tambang butuh makan, minum. Butuh beras, daging, ayam potong, sayur mayur, butuh rekreasi, pariwisata—itu yang harus di-support untuk seluruh pemerintah daerah,” tambahnya.
Menurutnya, keberhasilan sektor pertambangan bukan hanya diukur dari besarnya produksi, tetapi juga dari bagaimana industri tersebut mampu menggerakkan sektor-sektor ekonomi lainnya melalui kolaborasi yang sehat dan tata kelola yang akuntabel.
“Kalau tambangnya jalan sendiri, dengan komitmennya, berbagai banyak pengawasan—tapi intinya itu: bagaimana menciptakan multiplier effect,” pungkasnya.
Indonesia ESG Forum 2025 diharapkan menjadi ruang diskusi yang produktif bagi pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat sipil untuk memperkuat praktik ESG demi pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan di daerah-daerah seperti Sulawesi. (Shiddiq)