

NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Sekretaris Umum Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Meidy Katrin Lengkey, menegaskan pentingnya membangun ekosistem industri yang berkeadilan dan berkelanjutan demi tercapainya kesejahteraan nasional.
Menurutnya, kesejahteraan masyarakat dan kebahagiaan pelaku usaha adalah fondasi utama dalam membangun Indonesia sebagai negara adidaya.
“Masyarakat kita itu masyarakat Republik Indonesia, bukan masyarakat negara lain. Jadi kalau masyarakat kita sudah sejahtera, pengusaha harus bahagia,” ujar Meidy dalam acara Energi dan Mineral Festival 2025 dengan tema “Dari Tambang ke Manufaktur: Hilirisasi Mineral Strategis dan Industri Nasional”, di Kempinski Grand Ballroom, Jakarta, Senin, (26/5/2025).
“Kalau tiga pilarnya di situ—negara adidaya, masyarakat sejahtera, pengusaha harus bahagia—maka kita akan kuat,” tambahnya.
Meidy menyoroti pentingnya konektivitas antara seluruh pemangku kepentingan, dari hulu ke hilir, termasuk koordinasi yang solid antara pemerintah pusat dan daerah. Ia mengkritik lemahnya sinergi yang menyebabkan manfaat pengolahan bahan mentah justru lebih banyak dinikmati negara lain.
“Jangan sampai kita yang mengolah setengah, negara lain yang terima hasil. Ini harus jadi perhatian. Banyak kendala yang harus diperhatikan pemerintah, terutama soal kemudahan dan kenyamanan berusaha,” jelasnya.
Salah satu masalah utama yang diangkat Meidy adalah ketidakpastian regulasi. Ia menyebut inkonsistensi aturan sebagai salah satu keluhan terbesar para investor.

“Investor itu datang, belum selesai hafal aturan yang ada, sudah ganti lagi. Ini yang harus diperbaiki. Kepastian hukum itu penting, apalagi bahan baku adalah satu-satunya jaminan mereka. Kalau bahan bakunya dicabut, usahanya selesai,” tegasnya.
Ia juga menyoroti pentingnya otonomi daerah dalam pengelolaan hasil tambang, termasuk dalam penerimaan pendapatan asli daerah (PAD). Menurutnya, saat ini masih ada ketimpangan distribusi hasil yang seharusnya menjadi hak daerah.
“Beberapa gubernur sudah meluapkan keluhannya. Pleno bagi hasil yang harusnya untuk daerah, malah tertahan di pusat. Padahal dampak langsung—baik dari sisi lingkungan maupun sosial—ditanggung oleh daerah,” lanjutnya.
APNI, kata Meidy, tengah membangun ekosistem industri yang dapat memperkuat nilai tambah dalam negeri. Ia mencontohkan kebutuhan bahan baku untuk industri turunan seperti pembuatan mealbox dari stainless steel.
“Kita punya produk seperti free meals, yang bahan dasarnya stainless steel. Tapi sayangnya, bahan itu kita kirim ke luar negeri, lalu barang jadinya kita beli lagi. Ini kan ironis,” tutup Meidy.
Pernyataan ini mempertegas komitmen APNI untuk terus mendorong industrialisasi hilir dalam negeri serta memastikan masyarakat merasakan manfaat langsung dari kekayaan alam Indonesia. (Shiddiq/Lily)