NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Setelah disahkannya Undang-Undang Minerba Nomor 4 Tahun 2009 pada Selasa (18/2/2025), isu mengenai kampus atau perguruan tinggi yang akan menerima manfaat dari aturan baru tersebut menjadi sorotan publik. Banyak pihak bertanya, apa sebenarnya manfaat yang akan diterima kampus dalam UU tersebut?
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia memberikan penjelasan langsung mengenai hal ini dalam sesi makan siang bersama sejumlah media di Kantor Kementerian ESDM Jakarta, Jumat (21/2/2025).
Bahlil menjelaskan bahwa UU Minerba yang baru disahkan membuka peluang besar bagi berbagai pihak, seperti organisasi keagamaan, masyarakat, UMKM, koperasi, dan perusahaan, untuk mendapatkan akses prioritas dalam pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Hal ini merupakan implementasi dari Pasal 33 UUD 1945, yang menyatakan bahwa seluruh kekayaan alam dikuasai oleh negara dan dikelola untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
“Selama ini, menurut saya, hal ini sudah adil, tapi belum sepenuhnya adil. Kenapa? Karena pengusaha besar semua yang menguasai IUP. Saya tidak mau lagi masalah ini dikuasai hanya oleh pengusaha besar yang kantornya ada di Jakarta. Kita perlu memberi ruang kepada pihak lain,” ungkapnya.
Dia mengungkapkan bahwa kerjasama antara perusahaan tambang dan perguruan tinggi sangat penting. Dalam kerjasama ini, kampus akan menjadi penerima manfaat yang akan mendapatkan keuntungan, baik dalam bentuk beasiswa, akses ke laboratorium, maupun R&D (penelitian dan pengembangan).
“Ada banyak kampus yang sudah kaya dan tidak membutuhkan, tapi kampus di daerah-daerah penghasil tambang, seperti di Sulawesi, Maluku, Papua, dan Kalimantan, mereka datang ke saya dan berharap bisa mendapatkan akses untuk pengembangan,” tambahnya.
Lebih lanjut, Bahlil menekankan bahwa meskipun dalam undang-undang sebelumnya BUMN, BUMD, dan perusahaan besar lebih sering mendapatkan akses, pihaknya berkomitmen untuk membuka peluang lebih luas bagi kampus yang membutuhkan dukungan. Hal ini, menurutnya, akan memperkuat peran kampus dalam hilirisasi industri tambang.
“CSR jangan dipersepsikan hanya untuk kelas terbatas. Saya ingin ada manfaat yang lebih dari itu (CSR), yang bisa membantu kampus dan masyarakat luas,” ujarnya, menegaskan.
Ia juga menyampaikan bahwa dalam waktu dekat, akan ada aturan yang memperjelas pembagian manfaat ini.
“Nanti saya akan laporkan hal ini kepada Presiden. Saya harap aturan ini bisa diterapkan dalam waktu paling lambat enam bulan,” tutupnya.
Dengan kebijakan ini, diharapkan lebih banyak kampus, khususnya yang berada di daerah penghasil tambang, dapat memanfaatkan sumber daya yang ada untuk mendukung pendidikan dan penelitian, sekaligus berkontribusi pada pembangunan sektor tambang yang lebih inklusif. (Shiddiq)