NIKEL.CO.ID, JAKARTA — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, memberikan penjelasan terkait kebijakan pemerintah dalam mengelola pembatasan kuota bijih nikel dalam Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) perusahaan. Kebijakan ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan industri besar dan pelaku usaha lokal di sektor pertambangan nikel.
Menurut Bahlil, RKAB disusun berdasarkan kebutuhan industri dan kapasitas yang dimiliki oleh masing-masing perusahaan. Namun, dengan tegas ia mengatakan, pemerintah belum melakukan pemangkasan kuota bijih nikel secara signifikan, melainkan lebih fokus pada pengaturan yang lebih adil antara perusahaan besar dan tambang masyarakat lokal.
“RKAB itu kan berdasarkan kebutuhan. Pemangkasan belum ada, yang ada itu adalah menjaga keseimbangan antara permintaan perusahaan terhadap RKAB dan kapasitas industri, serta memperhatikan juga pelaku usaha lokal,” ujarnya di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (17/1/2025).
Ia memberikan contoh konkret, jika suatu perusahaan mengajukan permintaan kuota 20 juta ton bijih nikel dan dapat memenuhi target kuotanya, maka pemerintah akan memberikan alokasi hanya 60% untuk perusahaan itu.
“Sisanya, 40%, perusahaan tersebut harus mengambil bijih nikel dari tambang masyarakat lokal. Kalau tidak begitu, bagaimana nasib tambang masyarakat lokal?” tegasnya.
Dengan mengambil kebijakan seperti itu, diharapkan pemerintah dapat memberikan perlindungan bagi tambang rakyat, yang selama ini memiliki peran penting dalam mendukung industri nikel nasional, sekaligus menjaga keberlanjutan dan kesejahteraan pelaku usaha lokal.
Pemerintah menegaskan bahwa kebijakan ini adalah bagian dari upaya untuk memastikan bahwa industri besar tidak hanya mendominasi pasokan bahan baku, tetapi juga memberi ruang bagi tambang masyarakat lokal untuk berkembang dan memberikan dampak positif bagi perekonomian daerah. (Shiddiq)