NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Pada sesi diskusi Mining Zone CNBC Indonesia, Jumat (18/10/2024), para pakar pertambangan mengupas isu-isu strategis terkait sektor tambang di Indonesia.
Diskusi ini menghadirkan Komisaris Utama Indonesia Mining Institute (IMI), Prof. Irwandy Arif, dan Ketua Kajian Strategik Pertambangan Perhapi, Muhammad Toha. Keduanya menyampaikan pandangan tentang tantangan dan harapan terhadap pemerintahan baru di bawah presiden terpilih, Prabowo Subianto.
Irwandy menekankan, pemanggilan calon menteri oleh presiden terpilih adalah proses yang wajar, namun ia menekankan pentingnya reformasi kebijakan di sektor pertambangan.
“Kami sebenarnya mengharapkan perubahan-perubahan kebijakan untuk memperbaiki di sektor tambang agar lebih baik ke depan,” ujarnya.
Toha menambahkan, tantangan besar yang dihadapi sektor tambang adalah bagaimana industri pertambangan bisa bergerak ke arah hilirisasi yang lebih mendalam.
“Kuncinya adalah bagaimana industri tambang tidak tuntas hanya sampai di material atau intermediate product, tetapi kita melakukan transformasi produk menjadi produk-produk yang memberikan nilai tambah yang sangat besar,” tegasnya.
Ia menekankan, hilirisasi akan membuka peluang bagi penciptaan lapangan kerja dan memperluas rantai pasok barang dan jasa. Namun, di sisi lain, ia memiliki kekhawatiran terkait penguasaan teknologi yang masih menjadi kendala besar bagi Indonesia.
“Kita masih punya gap yang sangat tinggi terkait penguasaan teknologi di sektor industri,” jelasnya.
Selain itu, ia menyoroti masalah illegal mining yang masih marak terjadi di berbagai daerah.
“Kenapa ini tidak bisa diberantas? Luar biasa kerugian negara atas dilakukannya illegal mining,” tambahnya.
Beri Kesempatan Pemain Lokal
Ketika membahas investasi di sektor tambang, ia menyampaikan bahwa meskipun pengusaha nasional telah mampu menguasai sektor ini, tantangan besar masih ada di sektor hilir.
“Perlu didorong agar pemain-pemain nasional punya kesempatan yang sama dengan investor asing untuk bisa masuk ke sektor pengolahan dan pemurnian,” jelasnya.
Di sisi lain, Prof. Irwandy mencatat bahwa investasi di sektor pertambangan dalam negeri menunjukkan tren positif.
“Investasi dari asing sekitar US$4,7 miliar, sementara dalam negeri itu Rp86,7 triliun atau US$5,6 miliar,” katanya.
Menurutnya, transformasi paradigma setelah Covid-19 menjadi lebih menitikberatkan pada kepentingan nasional, dengan adanya UU No. 3 Tahun 2020 yang menekankan pada investasi domestik.
Prof. Irwandy Arif dan Muhammad Toha sepakat bahwa meskipun Indonesia memiliki potensi besar di sektor pertambangan, tantangan seperti hilirisasi, penguasaan teknologi, serta illegal mining harus segera diatasi oleh pemerintahan baru. Selain itu, mereka juga berharap agar regulasi yang mendukung investasi, baik asing maupun domestik, dapat ditingkatkan untuk mendorong pertumbuhan sektor tambang yang berkelanjutan. (Aninda)