Beranda Pemerintahan Retno: Tiga Poin Utama Transisi Energi Tunjukkan Peningkatan Investasi Energi

Retno: Tiga Poin Utama Transisi Energi Tunjukkan Peningkatan Investasi Energi

1995
0
Menlu RI Retno Marsudi, ISF 2024 hari kedua, JCC, Senayan Jakarta, Jumat (6/9/2024)

NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Menteri Luar Negeri RI (Menlu) H.E. Retno L.P. Marsudi mengungkapkan ada tiga poin utama dalam perkembangan transisi energi global dimana investasi sektor energi tingkat global mengalami pertumbuhan signifikan.

Hal ini dia sampaikan dalam pidatonya yang bertema: -Jalan Menuju Masa Depan yang Berkelanjutan- acara Indonesia International Sustainability Forum (ISF) 2024, yang diselenggarakan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) bekerja sama dengan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan Jakarta pada hari kedua, Jumat (6/9/2024).

“Tiga poin: Pertama, energi terbarukan adalah bahan bakar masa depan. Kedua, energi bukan lagi sebuah komoditas, namun menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi. Dan Ketiga, terdapat perlombaan global menuju transisi ekonomi rendah karbon, dan Indonesia ingin menjadi bagian darinya,” ungkap Retno dengan penuh semangat dalam diatonya itu.

Menurutnya, tiga poin itu dilatar belakangi oleh beberap angka yang tampak dalam laporan Bloomberg terbaru yang memperlihatkan bahwa investasi energi global tumbuh sebesar 17%, melonjak melewati US$ 1,7 triliun. Salah satu sektor yang mengalami tren peningkatan adalah sektor electric vehicle (EV). Investasi di sektor EV mencapai US$634 miliar, tumbuh hampir lima kali lipat sejak tahun 2020.

“Pada rantai pasokan energi ramah lingkungan, investasi mencapai US$135 miliar secara global dan diperkirakan akan meningkat menjadi US$259 miliar pada tahun 2025,” ujarnya.

Dia menjelaskan bahwa Indonesia percaya, pembangunan berkelanjutan adalah kunci menuju kesejahteraan di masa depan. Namun, pemerintah menyadari kemajuan tersebut, yaitu disisi lain yang perlu dicermati, untuk dilihat secara menyeluruh. Dan hal ini merupakan kemajuan dalam SDGs yang masih jauh dari jalurnya pada pertengahan tahun 2030.

Kemudian dalam tingkat investasi transisi energi saat ini tidak cukup untuk menjadikan dunia berada pada jalur menuju net zero emission (NZE) pada pertengahan abad ini. Inilah sebabnya melalui diplomasi, Indonesia mendorong upaya berkelanjutan dan kolaboratif untuk mencapai SDGs dan mengimplementasikan Perjanjian Paris. Seiring dengan perubahan ekonomi global, diplomasi memainkan peran yang lebih penting dalam membentuk masa depan yang lebih berkelanjutan.

“Dalam catatan ini, saya ingin menyoroti tiga prioritas yang harus kita kejar,” jelasnya antusias.

Lebih lanjut, ia memaparkan, dari tiga prioritas itu yang pertama adalah berinvestasi dan mengembangkan ekonomi hijau. Hal ini tentu saja memerlukan dukungan teknologi dan pendanaan yang signifikan. Dalam hal ini, terdapat banyak inisiatif untuk pembiayaan berkelanjutan dan inovatif.

“Kami perkenalkan, kembali ke tahun 2022, ketika Indonesia memimpin G20. Indonesia memperkenalkan JETP pada masa kepresidenannya di G20. Indonesia juga menjadi salah satu inisiator Asia Zero Emission Community (AZEC). Dan, dari semua inisiatif ini, pesan kami sangat jelas. Kita harus memastikan bahwa teknologi ramah lingkungan menjadi barang publik,” paparnya.

“Dan saya berharap melalui IISF, kita dapat bekerja sama dengan sektor swasta dalam memastikan investasi untuk pengembangan teknologi ramah lingkungan yang terjangkau dan terjangkau,” sambungnya.

Kemudian prioritas kedua,  Retno menyebutkan, memanfaatkan potensi besar Ekonomi Biru. Sobat, diperkirakan ekonomi biru dapat menghasilkan lebih dari US$1,5 triliun dan sekitar 30 juta lapangan kerja per tahun. Dan untuk membuka potensi ekonomi biru, Indonesia telah meluncurkan Peta Jalan Ekonomi Biru 2023-2045, yang bertujuan untuk mengembangkan sektor-sektor utama seperti budidaya perikanan dan industri hilir perikanan, untuk memastikan pertumbuhan ekonomi selaras dengan konservasi laut.

Terakhir, dia menjelaskan, untuk prioritas ketiga yaitu fokus pada penyerapan karbon. Banyak yang berbicara tentang pengurangan emisi dan terkadang melupakan pentingnya penyerapan emisi. Sebagai negara dengan hutan hujan tropis terbesar ketiga di dunia, Indonesia mempunyai kemampuan menyerap emisi dalam jumlah besar.

Sehingga dengan tingkat deforestasi terendah dalam 20 tahun, publik bisa meyakini hal tersebut bahwa Indonesia berada pada jalur yang benar. Indonesia juga telah mengadopsi strategi jangka panjang rendah karbon dan ketahanan iklim 2050 dan peta jalan untuk mencapai target emisi nol bersih pada tahun 2060 atau lebih cepat. Oleh karena itu, mengejar masa depan yang berkelanjutan adalah tanggung jawab bersama yang melibatkan semua orang mulai dari individu hingga organisasi besar.

“Dan saya yakin, kita semua di sini adalah pemangku kepentingan-penting dalam upaya menuju ekonomi rendah karbon untuk memastikan planet yang lebih sehat dan kualitas hidup yang lebih baik bagi diri kita sendiri dan juga bagi generasi mendatang,” jelasnya.

Ia berharap bahwa semua pihak dari sektor negeri maupun swasta, regional, global hingga tingkat internasional dapat bersatu untuk bersama-sama  membangun masa depan yang lebih baik lagi dan Indonesia memiliki komitmen tinggi terhadap itu.

“Mari kita perkuat kolaborasi kita untuk merencanakan masa depan yang berkelanjutan. Yakinlah, Indonesia tidak suka membuat retorika. Kami tetap berkomitmen kuat untuk memenuhi komitmen kami,” pungkas Retno. (Shiddiq)