Beranda Agustus 2024 Pengamat Ekonomi: Setuju Insentif Kendaraan Listrik Dicabut Karena Tidak Efektif

Pengamat Ekonomi: Setuju Insentif Kendaraan Listrik Dicabut Karena Tidak Efektif

2541
0
Pengamat Ekonomi Energi UGM Fahmy Radhi

NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Pengamat Ekonomi Energi, Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, mengatakan, menyetujui rencana pemerintah mencabut insentif untuk kendaraan listrik akhir tahun 2024 karena insentif yang diberikan selama ini tidak efektif.

“Selama ini Insentif yang diberikan untuk pengembangan mobil listrik di Indonesia itu besar sekali. Tapi insentif yang diberikan tidak memberikan hasil, misalnya jumlah mobil listrik yang ada di Indonesia itu masih relatif kecil, itu berarti insentifnya tidak efektif,” kata Fahmy melalui percakapan telepon dengan nikel.co.id, Kamis (22/8/2024).

Menurutnya, dukungan terhadap rencana pemerintah untuk mencabut insentif kendaraan mobil listrik didasarkan karena insentif yang diberikan selama ini tidak memberikan dampak yang signifikan bagi pertumbuhan ekosistem kendaraan listrik. Sehingga lebih baik ditarik dan diubah dengan cara lain dalam pengembangan ekosistem tersebut.

“Sebenarnya yang paling penting adalah membangun ekosistem mobil listrik dari hulu hingga tengah sampai hilir menjadi kendaraan listrik bahkan industrialisasi. Berbicara insentif, itu barangkali lebih tepat untuk dapat membangun ekosistem bukan kepada mobil listriknya saja,” ujarnya.

Dia memaparkan, setiap kebijakan pasti ada dampak baik dan buruknya dan dampak bagi mobil listrik akan terjadi penurunan permintaan karena insentifnya berkurang. Lebih baik saat ini pemerintah dan pihak terkait fokus pada pengembangan ekosistem kendaraan listrik dan industrialisasi yang dinilai lebih efektif.

Namun, dampak bagi kendaraan berbahan bakar konvensional/BBM memang akan positif karena permintaan konsumen terhadap kendaraan mobil dan motor akan lebih meningkat. Hal itu dipicu karena investasi mobil listrik sudah tidak menarik lagi akibat insentif yang kurang baik dan tidak efektif.

“Saya kira, insentif untuk mobil listrik itu hanya di ujungnya saja yaitu di hilir. Karena yang namanya ekosistem itu dari hulu sampai hilir, dari bijih nikel sampai menghasilkan mobil listrik. Maka menurut saya insentif kendaraan listrik tidak akan mempunyai dampak dalam pengembangan ekosistem kendaraan listrik itu sendiri,” paparnya.

Dia menilai, seharusnya pemerintah lebih serius pada pembangunan ekosistem baterai dan kendaraan listrik. Jadi, bukan saja hanya pada insentif kendaraan listriknya karena kalau hanya pada kendaraan listriknya, bahkan ditambah Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) hingga 100% sekalipun itu tidak akan mempunyai dampak terhadap konsumen maupun industri Indonesia yang dibutuhkan oleh para pemilik dari pabrik mobil listrik tersebut.

Dalam transisi energi dan teknologi saat ini, sudah menjadi genting dalam peralihan kendaraan berbahan bakar fosil ke mobil listrik. Oleh karena itu, untuk mewujudkannya maka perlu dibangun ekosistem dari hulu sampai kepada industrialisasi.

“Jika itu terbentuk maka akan meningkatkan nilai tambah dengan jumlah yang besar. Kemudian juga akan terbentuk industrialisasi yang memberikan dampak terhadap perekonomian Indonesia. Bukan hanya mobil listrik saja tetapi ekosistem dalam bentuk industrialisasi,” jelasnya.

Fahmy menegaskan, dalam pengembangan mobil listrik maka di akhir tahapan harus mewajibkan syarat memasukkan TKDN sebesar 85% dan dibarengi dengan transfer teknologi.

“Kalau hal itu bisa diterapkan maka ini akan memberikan kontribusi ekonomi yang cukup besar bagi Indonesia dan pabrik mobil listrik Indonesia akan menjadi tuan rumah di negerinya sendiri,” tegasnya.

Untuk kebijakan program pemerintah dalam pengembangan ekosistem kendaraan listrik dengan pemberian insentif ini hanya dijadikan sebuah mahar bagi perusahaan pabrik mobil listrik dari perusahaan luar negeri semata dan ini harus dihindari.

“Saya tidak setuju insentif untuk kendaraan listrik karena tidak memberikan dampak peningkatan terhadap jumlah mobil dan kebijakan insentif hanya menjadikan Indonesia sebagai pasar bagi mobil listrik perusahaan asing bukan sebagai tuan rumah bagi produk mobil listrik,” tegasnya. (Shiddiq)