NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Pada Senin (20/5/2024), Pemerintah RI menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2024. Isi peraturan itu mengatur tentang perlakuan pajak penghasilan atas penghasilan dari penempatan Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam (SDA) pada instrumen moneter dan/atau instrumen keuangan tertentu di Indonesia.
Pemerintah memberikan insentif bagi para pelaku usaha yang memarkir DHE di bank dalam negeri. Berikut tarif Pajak Penghasilan (PPh) final untuk DHE dalam valuta asing (valas): penempatan devisa lebih dari 6 bulan dikenakan tarif 0 persen, penempatan hingga 6 bulan dikenakan tarif 2,5 persen, penempatan 3 hingga kurang dari 6 bulan dikenakan tarif 7,5 persen, dan penempatan 1 hingga kurang dari 3 bulan dikenakan tarif 10 persen.
Sementara itu, untuk DHE yang dikonversi dari valas ke Rupiah, tarif PPh final adalah 0 persen untuk penempatan lebih dari 6 bulan, 2,5 persen untuk penempatan 3 hingga kurang dari 6 bulan, dan 5 persen untuk penempatan 1 hingga kurang dari 3 bulan.
Terkait hal itu, Sekretaris Umum (Sekum) Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) memberikan komentar seperti dikutip dari CNBC Selasa (28/5/2024).
“Kalau kita berbicara mengenai penetapan pajak kepada para eksportir, dari sisi pengusaha terasa agak berat. Hanya kembali lagi kalau kita melihat keseriusan para eksportir ini terhadap hasil mineral dalam negeri, sudah waktunya pemerintah mendapatkan sesuatu dari para pelaku usaha itu sendiri. Minimal devisa kita naik lah,” katanya.
Ia melanjutkan, kita harus melihat dari dua sisi. Walaupun pengusaha merasa keberatan, selama sudah ditetapkan dalam peraturan kita harus mengikuti.
“Tetapi, saya rasa selama sudah ditetapkan dalam peraturan ya mau gak mau, apapun peraturan yang ditetapkan pemerintah, like it or not ya kita harus terima. Bagaimana pun kan pengusaha harus mengambil barang dari kita, dari Indonesia ya,” tuturnya.
Ketika ditanya apakah insentif parkir DHE menggiurkan, Meidy berkomentar hal tersebut tergantung value dan rentang waktu karena penempatan tersebut termasuk besar.
“Kembali lagi pemerintah kan terima berapa nih dari pengusaha, dari hasil tambang. Nah ini yang harus dihitung dari hasil tambang ya kan, ini yang mungkin harus dihitung dari INDEF ya,” ujarnya melempar pertanyaan pada narasumber lainnya. (Aninda)