NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, mengatakan, melalui dokumen Enhanced Nationally Determined Contribution (e-NDC) target Indonesia akan semakin mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dari sebelumnya 29% menjadi 32% di tahun 2030.
Hal ini dia sampaikan dalam rapat virtual di forum Energy Transition Council (ETC) Ministerial pada Rabu (22/5/2024). Arifin secara daring berkomunikasi dengan Menteri Negara untuk Keamanan Energi dan Net Zero Inggris, Justin Tomlinson dan Sekretaris Departemen Energi Filipina, Raphael P.M. Lotilla.
“Kami telah menyampaikan dokumen e-NDC yang akan semakin mengurangi emisi dari 29% ke 32% pada 2030. Kami juga telah membangun peta jalan Net Zero Emission NZE pada sektor energi yang akan dicapai pada 2060 atau lebih cepat melalui transisi energi bersih,” kata Arifin dalam keterangan pers yang dikutip dari laman Kementerian ESDM, Selasa (28/5/2024).
Menurutnya, saat ini Indonesia sedang mempersiapkan dokumen Second NDC yang memuat berbagai komitmen baru untuk pencapaian target pengurangan emisi GRK dengan kemampuan sendiri dan dukungan internasional pada tahun 2031 – 2035, yang sejalan dengan skenario 1,5 derajat celcius.
“Second NDC akan membandingkan pengurangan emisi GRK terhadap tahun rujukan atau reference year 2019, yang berbasis inventarisasi GRK. Jadi tidak lagi menggunakan baseline business as usual,” ujarnya.
Dia menuturkan, dalam dokumen Second NDC, Indonesia juga akan memutakhirkan kerangka transparansi yang mencakup Sistem Registri Nasional (SRN) dan MRV (measurement, reporting and verification).
“Selain komitmen mitigasi, Indonesia juga akan lebih memperkuat komitmen adaptasi perubahan iklim berdasarkan pelaksanaan Enhanced NDC,” tuturnya.
Dalam forum itu, ia menyampaikan bahwa Pemerintah Indonesia sangat yakin dapat mencapai target pencapaian NZE pada 2060, meski masih terdapat beberapa tantangan yang harus diselesaikan. Tantangan tersebut di antaranya potensi sumber energi terbarukan yang beragam, namun tersebar di berbagai titik di seluruh Indonesia yang jauh dari demand utama.
“Maka dari itu, kita perlu mengembangkan infrastruktur interkoneksi melalui jaringan listrik dan pipa gas untuk mendukung integrasi energi regional dan pembangunan ekonomi. Indonesia akan mengembangkan Super Grid untuk untuk mendukung pengembangan energi terbarukan, menyelesaikan kesenjangan antara produsen dan konsumen, serta intermiten energi terbarukan. Pipa gas juga akan dibangun dari Sumatera ke Jawa untuk memanfaatkan sepenuhnya sumber daya gas kami,” jelasnya.
Arifin juga mengungkapkan, perkembangan teknologi dalam skala industri perlu dipercepat dan dipermudah untuk memaksimalkan pemanfaatan energi terbarukan.
“Indonesia juga perlu memperluas hilir industri pengolahan mineral untuk membangun ekosistem dan rantai pasokan yang mendukung transisi energi, serta menciptakan lapangan kerja baru,” pungkasnya.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama, Agus Cahyono Adi, menjelaskan, ETC dibentuk di bawah COP26 dan diluncurkan pada 21 September 2020 dan diketuai secara bersama oleh COP26 President, Alok Sharma; and UN Secretary General’s Special Representative for Sustainable Energy & CEO of Sustainable Energy for All (SEforAll), Mrs. Damilola Ogunbiyi.
“ETC beranggotakan organisasi multilateral dan regional di bidang pembangunan berkelanjutan dan keuangan. ETC Meeting ingin mendorong peningkatan komitmen negara-negara penandatangan Paris Agreement untuk pengurangan emisi,” jelas Aca sapaan akrabnya. (Shiddiq)