
NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Indonesia – Indonesia Mining Asosiasi (API-IMA), Hendra Sinadia, menilai, positif dengan kenaikan harga nikel saat ini yang hampir menembus US$20.000 per ton masih sangat volatile.
“Itu positif. Saya kira itu langkah yang positif tapi dia itu siklus, sangat volatile,” sebut Hendra ketika diwawancara nikel.co.id, di Hotel Westin pada Selasa (30/4/2024).
Untuk perkembangan harga nikel internasional terbaru per Senin, (6/5/2024) mengalami kenaikan dalam perdagangan bursa komoditas internasional di London Metal Exchange (LME) sebesar 3,16%. Dalam sesi penutupan perdagangan bursa komoditas nikel mengalami kenaikan di kisaran US$19.237 per ton.
Menurutnya, kenaikan gejolak harga nikel dipengaruhi berbagai macam faktor. Diantaranya karena perang antara Rusia dan Ukraina yang menyebabkan gangguan pasokan, sanksi Amerika Serikat dan Inggris terhadap larangan logam utama dunia dari Rusia.
“Dan itu memang sudah ada konteks gejolak geopolitik juga mendorong harga tapi dia masih tetap volatile harga komoditas nikelnya,” ujarnya.
Selain akibat gejolak geopolitik, dia juga menjelaskan, kenaikan harga nikel juga disebabkan karena meningkatnya permintaan feronickel untuk bahan baku industri baja tahan karat (stainless steel), terutama oleh negara China.
“Dan itu lebih banyak dipicu oleh kenaikan dalam penggunaan harga stainless steel soal harga nikelnya,” jelasnya.
Ia menilai, kenaikan harga nikel ini pastinya memberi imbas positif terhadap para pelaku industri nikel baik dalam negeri maupun mancanegar.
“Jadi positif buat pelaku usaha untuk investasi karena harga juga menjadi patokan orang untuk berinvestasi,” pungkasnya. (Shiddiq)