NICKEL.CO.ID, Jakarta–Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Rantai Pasok Baterai Kendaraan Listrik” baru-baru ini diadakan di Hotel Aryaduta, Jakarta, Selasa (19/12/2023). Acara tersebut dihadiri oleh Sekretaris Umum (Sekum) Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Meidy Katrin Lengkey, pendiri National Battery Research Institute (NBRI), Prof. Dr. Evvy Kartini, Senior Analyst Institute for Essential Service Reform (IESR), Dr. Farid Wijaya, Direktur Eksekutif Traction Energy Asia, Tommy Ardian Pratama, dan Sub Koordinator Produksi Batu Bara dan Mineral, Ditjen Minerba ESDM, Azaria Indra Wardhana.
Dalam paparannya, Prof. Evvy mengatakan bahwa Indonesia menjadi pemasok utama nikel untuk kebutuhan baterai kendaraan listrik. Pasokan nikel dari Indonesia mencapai 29,80 persen atau 2,7 juta metric ton. Nikel limonit dibutuhkan untuk menghasilkan Mix Hydroxide Precipitate (MHP). Sedangkan saprolit dibutuhkan untuk menghasilkan ferronickel dan nickel matte.
Kedua produk tersebut akan diolah melalui proses refinery dan akan menghasilkan nickel sulphate. Nickel sulphate dibutuhkan untuk pembuatan battery precursor bersama dengan lithium, kobalt, dan mangan, yang akan menghasilkan katode (cathode). Katoda adalah bahan baku pembuatan battery cell dan battery pack.
Proses pengolahan saprolit dan limonit hingga menjadi nickel sulphate termasuk ke dalam proses pengolahan hulu nikel. Sedangkan pengolahan battery precursor dan hingga menjadi battery pack masuk ke dalam proses hilirisasi nikel.
Baterai adalah komponen paling berharga dari kendaraan listrik yang mewakili 35 persen biaya produksi. Indonesia merupakan negara dengan prospek yang tinggi dalam bisnis otomotif.
Dalam FGD tersebut, Meidy sebagai salah satu panelis menanyakan kesiapan NBRI agar Electric Vehicles (EV) batteries ada di Indonesia. Pertanyaan itu dijawab oleh Prof. Evvy dengan lugas.
“Pertanyaannya betul, Bu Meidy. We should do. We have to start,” ujarnya. Dia juga menjelaskan bahwa NBRI ini tidak didanai siapapun baik dari pemerintah ataupun pihak swasta.
“Betul-betul kita buat saja. Kita buat precursor-kan sudah kita buktikan. Yang sehari kita bisa buat 2 kg. Memang tidak ton-tonan, tapi kita bisa bikin kok,” ujarnya.
Dia lalu melanjutkan bahwa langkah itu memerlukan dukungan dari berbagai pihak agar program hilirisasi ini dapat terus berjalan.
“But, we need support. Untuk apa? Untuk membuktikan ke luar bahwa kita bisa,” pungkasnya. (Aninda)