Beranda Wawancara Kepmen ESDM 10/2023 Tunggu Revisi Kepmen 1806/2018 untuk Jadi Acuan RKAB

Kepmen ESDM 10/2023 Tunggu Revisi Kepmen 1806/2018 untuk Jadi Acuan RKAB

2897
0
Koordinator Rencana dan Laporan minerba dirjen minerba Herry Permana saat diwawancarai

NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Koordinator Rencana dan Laporan Mineral dan Batu Bara Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM RI, Herrry Permana, mengatakan meskipun Permen Nomor 10 Tahun 2023 sudah keluar tapi harus menunggu Revisi Kepmen ESDM Nomor 1806 Tahun 2018 sebagai acuan.

Adapun Ketentuan Permen nomor 10 tahun 2023 tentang Tata Cara Penyusunan, Penyampaian dan Persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya serta Tata Cara Pelaporan Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba dan Kepmen ESDM Nomor 1806 K/30/MEM/2018 tentang Pelaporan Pelaksanaan Penyusunan, Evaluasi, Persetujuan Rencana Kerja dan Biaya serta Laporan Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

“Kalau itu clear sudah keluar itu menjadi acuan karena saat ini kan kita masih menunggu file capacity,” kata Herry ketika diwawancara tim MNI/nikel.co.id baru-baru ini di Jakarta.

Menurutnya, revisi Permen ESDM 1806 tahun 2018 dari Kepmen No. 10 Tahun 2023 ini harus memberikan kemudahan bagi para pelaku usaha pertambangan minerba. Karena jika tidak memberikan kemudahan untuk apa dilakukan revisi.

“Harapannya harus lebih simpel karena kalau sama dengan sebelumnya ngapain harus direvisi. Kalau menjadi sulit juga ngga mungkin. Tentunya harus lebih mudah tapi tentunya untuk menjamin kepastian investasi,” ujarnya.

Beberapa perusahaan pertambangan dan smelter mengeluh tentang RKAB yang sedang dihentikan sementara untuk memperbaiki beberapa mekanisme yang lebih mudah dan sesuai aturan. Namun pemenuhan pasokan bijih nikel untuk smelter juga berkurang dari para penambang.

Namun, dia menilai, jika smelter sebenarnya tidak terkait semuanya di Ditjen Minerba Kementerian ESDM. Hal itu karena smelter kewenangannya ada di Izin Usaha Industri (IUI) Kementerian Perindustrian. Sehingga Ditjen Minerba Kementerian ESDM tidak pernah mengetahui berapa bahan baku yang dibutuhkan oleh smelter.

Hal itu, ia tuturkan, karena selama ini tidak pernah ada komunikasi dan sinergitas antara Kementerian yang terkait, seperti Kementerian Perindustrian dengan Ditjen Minerba Kementerian ESDM.

“Sehingga logikanya, kalau logika saya, smelter itu butuh bahan baku, bahan baku ada di Minerba. Jadi komunikasi harus ada. Kalau semisalnya kita ngga pernah secara eksplisit tahu, apalagi di smelter saya ngga tahu, di IUI itu apakah ada RKAB atau tidak karena harus matching antara hulu dan hilir,” tuturnya.

Sementara, Herry memaparkan, adanya beberapa perusahaan yang impor bijih nikel dari luar negeri, seperti dari Filipina yang sempat dia dengar, ia berpendapat bahwa hal itu boleh saja dilakukan.

Menurutnya, tidak ada aturan yang melarang perusahaan untuk mengimpor bijih nikel dari luar negeri karena yang dilarang adalah mengekspor bijih nikel ke luar negeri.

“Kalau dari luar kedalam ngga apa-apa. Justru kalau saya berharap kalau semua punya kita, kita tahan lalu impor barangnya lebih murah, why not (kenapa tidak), daripada kita habisi punya kita mending punya orang yang kita beli kalau lebih murah. Logikanya terkait dengan keekonomian,” pungkas Herry. (Shiddiq)