NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Sebanyak 120 evaluator ditugaskan untuk menyelesaikan 180 rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) tahun 2023. Jadi, kalau dirata-ratakan, satu evaluator harus memeriksa satu setengah RKAB. Mereka dikarantina dan pada hari kesepuluh diharapkan sudah menyelesaikan tugasnya.
Hal tersebut diungkapkan Koordinator Rencana dan Laporan Minerba, Ditjen Minerba, Kementerian ESDM RI, Dr. Herry Permana, S.T., M.Sc., pada Training of Trainers (TOT) 2023 Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Rabu (18/10/2023).
“RKAB yang dievaluasi adalah RKAB tahun 2023, termasuk RKAB yang direvisi. Pokoknya, sebelum tanggal 20 atau persis tanggal 20 hari sudah selesai. Para evaluator dikarantina, ga boleh pulang,” ujarnya.
Sementara itu, untuk RKAB 2024, untuk tiga tahun ke depan, menunggu revisi Kepmen 1806. Jika revisi Kepmennya belum terbit, menurut Herry, tidak ada yang mau. Situasi dan kondisinya memang susah-susah gampang. Namun, industri harus tetap berjalan.
“Tetapi, kami harus dikawal dengan regulasi juga. Kalau tidak, ya susah nantinya. Apa pun bisa dicari salahnya. Yang paling sulit itu bagaimana mencari yang benar, kalau yang benar itu sudah biasa, kalau yang salah itu yang luar biasa. Susah juga kita,” katanya tegas.
Menurut dia, pihaknya dapat bergerak karena harus ada regulasinya. Tidak bisa berdasarkan penafsiran masing-masing. Harus ada aturan mainnya, harus ada aturan hukumnya.
“Kalau tidak, mohon maaf, mungkin kami juga takut,” ucapnya.
Menurut penerima Tanda Kehormatan Satyalancana Karya Satya 10 Tahun ini, Direktorat Jenderal (Ditjen) Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM pada prinsipnya menghendaki proses penyelesaian RKAB cepat selesai.
“Capek, Pak. Bayangkan, satu tahun ini hanya ngurus RKAB, padahal ada kegiatan binwas, kegiatan bimtek sesuai dengan peraturan yang ada. Tugas kami binwasda, pembinaan, pengawasan, dan pengendalian. Bapak Ibu cek, pernah ga kami mengendalikan terkait dengan produksi? Yah kadang-kadang pas revisi minimal sama, tapi paling tidak naik. Tidak hanya mineral, batu bara juga. Tapi itu karena kebutuhan negara, tidak hanya kebutuhan salah satu pihak terkait dengan devisa. Kita butuh duit kita butuh pembangunan,” paparnya.
RKAB sebenarnya adalah salah satu tonggak atau kunci kegiatan dalam pertambangan. Kalau tidak ada RKAB, tidak boleh jalan. Dia berpandangan, dalam pengurusan RKAB bisa juga mengambil inspirasi dari pengurusan perpanjangan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) Jawa Barat yang disebut Sambara (Samsat Mobil Jawa Barat, red). Begitu uang yang harus dibayarkan masuk, maka STNK keluar atau selesai. Berarti kewajibannya dilaksanakan, kewajibannya clear, maka STNK bisa diambil, tidak perlu ditanya ini-itu lagi.
“Kewajibannya clear, ga usah ditanya. Nanti dievaluasi pada saat berjalan. Kan ada binwas. Binwas itu harusnya setelah RKAB disetujui. Kalau logika saya, walaupun ketentuannya dievaluasi dulu karena sudah berjalan di tahun sebelumnya. Hasil binwasnya harus menjadi pertimbang dalam rangka percepatan tadi. Tinggal kita split, yang ini merah, ini hijau, ini kuning. Yang merah perlu pertimbangan, yang hijau jalan dulu, yang kuning mungkin perlu tambahan pengawasan,” katanya memberikan deskripsi.
Ia melanjutkan, apabila nanti dirandom cek ada sesuatu yang anomali, itu lain hal, sehingga tidak capek. Kalau yang merah perlu dipantau, misalnya, dalam waktu satu tahun. Mungkin pengawasan bisa secara paralel, bisa online maupun offline. Sekarang satelit sudah canggih, pakai citra macam-macam supaya dapat informasi. Ditambah lagi ada kepala teknik tambang (KTT) sebagai perpanjangan tangan.
Namun, semua proses tersebut harus dijaga secara bersama-sama. Pemerintah tidak bisa sendirian melakukannya. Dengan tegas ia menekankan, kata kuncinya adalah kejujuran.
Contoh sederhana, lanjutnya, adalah seperti orang membuat surat izin mengemudi (SIM). Ketika mendapatkan, misalnya, SIM A atau C, berarti tanggung jawabnya melekat bahwa kita hanya boleh mengemudi sepeda motor atau mobil kecil. Apabila dalam pelaksanaannya ia membawa dumptruck, terus tabrakan, maka si pemberi SIM tidak bisa disalahkan.
Dalam pelaksanaan implementasi di lapangan mungkin secara parsial bisa dianalogikan sama dengan RKAB. Seseorang atau perusahaan diberi produksi 10 ribu, tempatnya di sini, bloknya ini dan ini. Lalu pelaksanaannya, ia mengambil dari sebelah, apapunlah mekanismenya, maka pemerintah tidak akan tahu. Kebetulan belum diawasi, belum dilakukan binwas. “Kata kuncinya adalah jujur. Kita lakukan sesuai dengan yang disetujui, insyallah enak juga. Toh seandainya ada perubahan, pada saat revisi bisa kita sampaikan atau bisa bersurat untuk menjelaskannya,” ujarnya. (Ninda)