NIKEL.CO.ID, 21 September 2022—Pemerintah Indonesia dikabarkan akan kalah dalam gugatan Uni Eropa (UE) di World Trade Organization (WTO). Bagaimana nasib ekspor nikel Indonesia?
Seperti diketahui pada 2021 negara-negara di Uni Eropa tengah menggugat Indonesia dalam mekanisme perdagangan WTO, buntut dari kebijakan Pemerintah Indonesia melarang eskpor bijih nikel dalam bentuk raw material.
Dalam hal ini Presiden Indonesia, Joko widodo sudah siap dan berlapang dada jika Indonesia kalah dalam menghadapi Uni Eropa di perseteruan internasional.
“Nggak perlu takut setop ekspor nikel. Dibawa ke WTO nggak apa-apa. Dan kelihatannya kita juga kalah di WTO. Nggak apa-apa, tapi barangnya sudah jadi dulu, industrinya sudah jadi. Nggak apa-apa, kenapa kita harus takut? Kalau dibawa ke WTO kalah. Kalah nggak apa-apa, syukur bisa menang,” kata Jokowi di hadapan para ekonom, dikutip Rabu (21/9/2022).
“Tapi kalah pun nggak apa-apa, industrinya sudah jadi dulu. Nanti juga sama. Ini memperbaiki tata kelola dan nilai tambah ada di dalam negeri,” tambah Jokowi.
Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies atau Celios, Bhima Yudhistira Adhinegara, mengatakan bahwa pemerintah Indonesia harus membayar kompensasi jika kalah dalam gugatan di WTO.
“Jumlah kompensasi tersebut nilainya tidak kecil,” kata Bhima dikutip Katadata.co.id, Jumat (9/9).
Selain kompensasi, implementasi hasil gugatan WTO berkorelasi dengan dibukanya kembali keran ekspor bijih nikel ke perusahaan di Eropa. Kondisi tersebut secara tidak langsung akan berdampak pada daya tarik investasi, terutama perusahaan Cina di proyek smelter.
“Meskipun ada rentang waktu pembukaan bijih nikel tapi keputusan membuka ekspor bijih nikel sebenarnya blunder bagi daya tarik investasi terutama perusahaan Cina di proyek smelter. Karena 50% lebih penguasaan smelter nikel di Indonesia oleh investor Cina,” ujarnya.
Jika dilihat dari harga nikel pada tahun ini lebih tinggi dibandingkan dengan tahun kemarin dan bisa dikatakan harga nikel akan berpotensi anjlok.Harga nikel di pasar spot London Metal Exchange (LME) bahkan sempat mengalami kondisi tak biasa di mana sempat menyentuh US$ 100.000 per ton pada 8 Maret 2022 lalu.
Kondisi ini akhirnya membuat perdagangan nikel di LME dihentikan selama beberapa hari. Lalu turun ke level US$ 48.000, dan setelahnya relatif turun, namun sudah berada di kisaran di atas US$ 20.000 per ton.
Sejak pelarangan pada 2020 volume dan nilai ekspor bijih nikel mencapai titik 0 Padahal tahun sebelumnya ekspor bijih nikel nilainya mencapai US$ 1 miliar, tepatnya US$1.09 miliar atau Rp16,35 triliun. Sementara volumenya mencapai 32,38 miliar ton.
Pada 12 September 2022, harga nikel mencapai US$ 23.090 per ton. Sementara pada 2021 harga nikel rata-rata masih di bawah US$ 20.000 per ton. (Fia/Editor:Syarif)