Beranda Asosiasi Pertambangan Sekjen APNI: Data Cadangan Nikel Indonesia Belum Tereksplorasi secara Detail

Sekjen APNI: Data Cadangan Nikel Indonesia Belum Tereksplorasi secara Detail

2168
0
Sekretaris Jenderal APNI, Meidy Katrin Lengkey

NIKEL.CO.ID,14 Februari 2022-Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Meidy Katrin Lengkey memperkirakan kebutuhan smelter terhadap nikel kadar tinggi pada 2024 sekitar 150 juta ton. Sementara data cadangan nikel terukur hanya ada 900 juta ton. Maka, terjadi over demand.

Sekretaris Jenderal APNI, Meidy Katrin Lengkey, mendukung kebijakan pemerintah yang ingin meningkatkan nilai tambah bijih nikel, baik untuk kebutuhan bahan baku baterai listrik, billet stainless steel, maupun produk berbahan baku nikel lainnya.

Menurut Meidy, seiring diluncurkan program hilirisasi industri, banyak berdiri smelter lokal di Indonesia. Berdasarkan data APNI, pada 2024 jika sudah beroperasi 31 smelter khusus nikel, maka industri nikel akan semakin seksi.

Smelter-smelter nikel yang sudah berdiri, umumnya menggunakan teknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) yang mengolah bijih nikel kadar tinggi atau saprolite untuk bahan baku baja nirkarat (stainless steel). Jika nanti terbangun lagi tiga pabrik hidrometalurgi, yang menggunakan teknologi High Pressure Acid Leach (HPAL), maka bijih nikel kadar rendah atau limonite akan terolah.

Namun, kata Meidy, meskipun pabrik hidrometalurgi tersebut sudah terbangun, faktanya smelter lebih banyak membutuhkan nikel saprolite.

“Bahkan, mungkin ke depan akan ada over demand saprolite, bukan over supply,” kata Meidy.

Perkiraan terjadinya over demand, jelas Meidy, karena berdasarkan data APNI kebutuhan nikel ore untuk 31 smelter yang fiks sekitar 150 juta ton per tahun. Namun, jika diakumulasi dengan data cadangan nikel di Indonesia, ternyata belum tereksplorasi secara detail.

“Data cadangan nikel di Indonesia yang terukur itu hanya sekitar 4,6 miliar ton, dengan perbandingan untuk kadar di atas 1,8% hanya sekitar 900 juta ton, di bawahnya sekitar 3,6 miliar ton adalah nikel kadar rendah,” paparnya.

Meidy mengungkapkan, jika saat ini smelter hanya menggunakan nikel kadar tinggi, berarti hanya 900 juta ton bijih nikel yang sudah terukur. Hal ini menunjukkan masih banyak sumber area cadangan nikel yang belum dieksplorasi secara detail.

Ia mengestimasi, jika menggunakan data terukur– 900 juta ton nikel, bagaimana untuk memenuhi kebutuhan 150 juta ton nikel. Diperkirakan, 900 juta ton nikel tersebut hanya untuk kebutuhan smelter antara 5 hingga 6 tahun saja.

“Nah, di sini lah akan terjadi over demand. Mau tidak mau pihak smelter menurunkn permintaannya untuk bijih nikel, apakah dia tetap menggunakan nikel kadar 1,8% atau di bawah 1,8%,” jelasnya.

Terkecuali, sarannya, pemerintah betul-betul tegas melakukan kegiatan eksplorasi secara detail, sehingga seluruh area wilayah nikel di Indonesia betul-betul sudah mendapatkan data cadangan bijih nikel yang fiks di Indonesia.

Meidy memahami, kegiatan eksplorasi memang membutuhkan biayanya cukup tinggi. Sejauh ini, menurut data APNI, perusahaan yang melakukan kegiatan eksplorasi secara konkrit hanya dua perusahaan, yaitu PT Vale dan PT Antam. Sementara perusahaan-perusahaan swasta belum semuanya melakukan kegiatan eksplorasi. (Herkis/Rif)