Beranda Berita Nasional Tujuh Bulan Aturan HPM Nikel Berlaku, 11% Kontrak Masih Melanggar

Tujuh Bulan Aturan HPM Nikel Berlaku, 11% Kontrak Masih Melanggar

606
0

NIKEL.CO.ID – Demi menciptakan keadilan antara penambang dan pengelola smelter nikel, pemerintah telah membuat aturan tentang Harga Patokan Mineral (HPM) logam.

Aturan tersebut tertuang di dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 11 tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No.07 tahun 2017 tentang Tata Cara Penetapan Harga Patokan Penjualan Mineral Logam.

Meski peraturan ini berlaku sejak 14 Mei 2020, sebulan sejak diundangkan pada 14 April 2020, namun nyatanya belum semua pihak mematuhi peraturan ini, terutama terkait transaksi jual beli bijih nikel wajib mengacu pada Harga Patokan Mineral (HPM) logam di mana HPM tersebut merupakan harga batas bawah dalam penghitungan kewajiban pembayaran iuran produksi oleh penambang.

Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM Yunus Saefulhak mengatakan hingga saat ini sebanyak 73 perusahaan atau 91,8% perusahaan sudah menyampaikan kontrak jual belinya. Dari total tersebut, sebanyak 89% sudah sesuai dengan HPM dan 11% sisanya belum patuh.

Meski belum semuanya patuh sesuai HPM, Yunus optimis, lambat laun aturan mengenai HPM ini akan dipatuhi oleh semua perusahaan. Menurutnya, tidak mungkin begitu Peraturan Menteri ini terbit, semua pihak akan langsung melaksanakan.

“Tidak bisa kita begitu Permen ditetapkan, mereka langsung melaksanakan. Ada beberapa perusahaan smelter yang sudah terlalu lama menikmati dengan harga nikel murah,” ungkapnya dalam ‘Indonesia Mining Outlook 2021’ melalui YouTube Tambang TV, Rabu (16/12/2020).

Dia menegaskan, HPM ini dibentuk dalam rangka memberikan keadilan bagi pengusaha tambang dan smelter. Tentunya, imbuhnya, dengan profit margin yang sama-sama menguntungkan.

Lebih lanjut Yunus mengatakan, dia kerap mendapatkan pertanyaan apakah HPM yang dibuat lebih rendah dibandingkan dengan negara lain. Dia pun membenarkan hal tersebut karena tujuannya juga memberikan iklim investasi smelter yang baik.

“Kalau ditanya HPM kita rendah ya dibandingkan market di internasional, oh iya karena memang kita buat supaya berikan iklim investasi smelter juga baik. Alhamdulillah sudah mulai, yang belum sesuai 11% nanti akan dilakukan teguran,” jelasnya.

Bagi perusahaan yang masih bandel dan belum mau mengikuti aturan HPM, pihaknya akan memberikan teguran 1, 2, sampai teguran ke-3. Jika masih tidak patuh, maka perusahaan tersebut akan dikenakan sanksi berupa pencabutan izin usaha.

“Pada akhirnya pencabutan. Saya kira kita akan tegas terapkan HPM ini karena akan berikan keadilan kedua belah pihak,” tuturnya.

Belum lama ini, Ketua Pelaksana Tim Kerja Pengawasan Pelaksanaan Harga Patokan Mineral (HPM) Nikel Septian Hario Seto mengatakan tim satgas HPM Nikel menerima banyak keluhan mengenai surveyor dari penjual. Laporan ini terkait dengan kegiatan transaksi dan verifikasi mineral logam, khususnya nikel.

“Pihak penjual telah melaporkan adanya perselisihan dalam hasil verifikasi kualitas dan kuantitas bijih nikel yang dikeluarkan oleh pihak surveyor,” kata Seto pada Rabu (02/12/2020) dalam keterangan tertulisnya.

Keluhan lain terkait surveyor yakni terlalu lama dalam menerbitkan Certificate of Analysis (COA). Oleh karena itu, pihaknya mengundang semua surveyor untuk meminta penjelasan terkait hal ini.

Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) pun sempat mengungkapkan keluhannya harga bijih nikel berdasarkan transaksi aktual antara penambang dan pembeli masih berada di bawah HPM. Sekretaris Jenderal APNI Meidy Katrin Lengkey mengatakan hal ini tidak sejalan dengan aturan pemerintah di mana HPM harus menjadi patokan harga jual beli domestik.

Pihaknya meminta pemerintah tegas dalam melaksanakan dan mengawasi tata niaga nikel ini.

“Intinya, APNI minta pemerintah tegas dalam pelaksanaan dan pengawasan tata niaga nikel yang sudah jelas tertuang dalam aturan Permen ESDM No.11 tahun 2020,” tuturnya melalui pesan singkat kepada CNBC Indonesia pada Rabu (23/09/2020).

Sumber: CNBC Indonesia