NIKEL.CO.ID, 21 Juli 2022-Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi RI, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, hilirisasi industri pertambangan terus bertumbuh di Indonesia. Per 1 Juni 2018 hingga Maret 2022, posisi Indonesia merangkak naik menduduki peringkat 8 besar dunia untuk produk olahan stainless steel.
Pada 2021 ekspor produk Indonesia tercatat tertinggi dalam sejarah di Indonesia, yaitu US$ 232 juta, dan sebesar 70% merupakan kontribusi dari industri pertambangan.
“Jika industri hilir terus berkembang, diperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,8 persen dalam 5 tahun ke depan,” kata Menko Marves, Luhut Binsar Pandjaitan melalui life streaming saat menjadi pembicara Nickel Summit 2022 bertema: Nickel for Better Future yang diselenggarakan Majalah Tambang di Nusa Dua Beach Hotel, Bali, Kamis (21/7/2022).
Menurut Menko Marves Luhut, Indonesia juga kaya sumber daya mineral, salah satunya nikel yang saat ini sedang dikembangkan untuk baterai listrik. Karena itu, pemerintah mengarahkan pengembangan sekaligus penataan industri hilir pengolahan nikel.
“Hilirisasi industri membutuhkan pemerataan. Dulu, Jawa dan Sumatera sekitar 70 persen mengontrol ekonomi di Indonesia. Sekarang, hilirisasi industri sudah berkembang di daerah-daerah lain, seperti Sulawesi dan Maluku,” kata Menko Marves Luhut.
Untuk nikel, lanjutnya, sekarang tidak hanya diolah untuk stainless steel, namun akan dikembangkan juga untuk katoda dan prekursor baterai listrik.
Menko Marves Luhut mengungkapkan, inflasi di Indonesia banyak dipengaruhi dua hal, yaitu persoalan pangan dan energi. Namun, untuk pangan masih bisa ditanggulangi pemerintah. Sementara untuk energi masih menjadi persoalan.
“Fokus kita sekarang ke energi. Bagaimana caranya mengurangi ketergantungan impor minyak sebesar 350 barel dengan mengembangkan mobil dan motor listrik di Indonesia,” ujarnya.
Pembangunan industri hilir nikel, baterai, dan kendaraan listrik di Indonesia memang membutuhkan biaya yang besar. Karena itu, Pemerintah Indonesia juga menggandeng kerja sama dengan investor asing untuk pengembangan industri hilir nikel.
Dia menyebutkan saat ini ada sekitar US$ 132 juta nilai investasi yang masuk ke Indonesia. Dari nilai investasi untuk hilirisasi industri sudah berjalan semua, diperkirakan 8 tahun ke depan industri baterai akan memasok 3 juta mobil listrik.
“Pemerintah menargetkan baterai listrik akan diproduksi tahun 2024, dengan tipe NMC 811 (Nikel 80 persen, Mangan 10 persen, dan Cobalt 10 persen),” kata Menko Marves Luhut.

Hadir juga di Nickel Summit pembicara Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eddy Soeparno; Direktur Hilirisasi Minerba, Kementerian Investasi/BKPM, Hasyim Daeng Barang; Staf Khusus Bidang Percepatan Tata Kelola Minerba Kementerian ESDM, Irwandy Arif; Adit Triguna Wigono dari National Battery Research Institue; dan Ketua Umum APNI, Nanan Soekarna.
Mereka sependapat dengan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan bahwa komoditas nikel harus diolah untuk memberikan nilai tambah. Karena itu, harus didukung dengan terbangunnya hilirisasi industri yang tidak hanya mengolah nikel kadar tinggi atau saprolit, namun juga nikel kadar rendah atau limonit untuk bahan baku baterai listrik.
Tak hanya itu, para pembicara sepemikiran untuk ditertibkan penambangan tanpa izin (Peti), melaksanakan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba, serta Permen ESDM Nomor 11 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penetapan Harga Patokan Penjualan Mineral Logam dan Batubara.
“Pemerintah harus mengevaluasi kondisi pasar secara aktual dalam menentukan Harga Patokan Minerba. Selain itu, jika masih masih ada yang melakukan transaksi tidak berdasarkan HPM, maka harus diberikan sanksi,” kata Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eddy Soeparno. (Syarif/Varrel)